Rabu, 23 Desember 2015

Paradoks Matematika

Paradoks dalam Matematika

            Matematika tidak selamanya membahas tentang angka. Dalam matematika juga dibahas masalah logika, yang biasanya tersusun atas pernyataan-pernyataan atau premis-premis, serta memiliki nilai kebenaran (benar atau salah).
            Seiring dengan berkembangnya pemikiran manusia, ditemukan banyak premis-premis yang memiliki dua nilai kebenaran sekaligus. Sesuatu yang sama, tapi memiliki nilai kebenaran yang berbeda. Sesuatu yang benar sekaligus salah. Kondisi seperti inilah yang dikenal dengan istilah paradoks.
            Kata paradoks berasal dari bahasa Latin Paradoxum, (para=dengan cara/menurut, doxa=apa yang diterima). Paradoks juga sering disebut Antinomi karena melanggar hukum Principum Contradictionis.
            Contoh sederhananya adalah sebagai berikut:
Misalkan a=b,maka:
a                      =                      b
a2                            =                      ab                    (kedua ruas dikali a)
a2-b2                 =                      ab-b2                (kedua ruas dikurangi b2)
(a+b)(a-b)        =                      b(a-b)               (kedua ruas difaktorkan)
a+b                  =                      b                      (kedua ruas dibagi (a-b))
b+b                  =                      b                      (substitusikan a=b)
2b                    =                      b
2                      =                      1                      (kedua ruas dibagi b)
            Dari contoh tersebut didapatkan bahwa 2=1. Kita tahu hal ini tidak benar karena jelas 2 tidak sama dengan 1. Nmun langkah-langkah di atas sangat struktural. Pada saat pembagian dengan (a-b), sebenarnya kita melakukan pembagian dengan nol, karena a=b, maka a-b=0, sementara dalam matematika, pembagian dengan nol tidak didefinisikan. Jadi, bukti yang terlihat logis di atas sebenarnya adalah salah.


Beberapa jenis paradoks antara lain:
1.      Paradoks Epimenides
Paradoks ini pertama kali diungkapkan oleh Epimenides sekitar abad ke enam masehi. Paradoks Epimenides berbunyi:
            “Epimenides si orang Kreta mengatakan bahwa semua orang Kreta adalah pembohong.
Dari pernyataan tersebut, kita dibawa pada dua kesimpulan:
Kesimpulan pertama
-          Jika Epimenides berkata benar, berarti ia bukan pembohong.
-          Jika ia bukan pembohong, berarti yang dikatakannya tidak benar, karena ia adalah orang Kreta.
-          Jika yang ia katakan tidak benar, berarti ia pembohong.
Kesimpulan kedua
-          Jika Epimenides berkata tidak benar, berarti ia pembohong.
-          Jika ia pembohong, berarti yang ia katakan adalah benar, karena ia adalah orang Kreta.
-          Jika yang ia katakan benar, berarti ia bukan pembohong.

2.      Paradoks Russell
Paradoks ini dikemukakan dan dirumuskan oleh Betrand Russell (1872-1969). Isi paradoksnya adalah, bayangkan sorang pemangkas rambut di sebuah desa. Tukang pangkas itu, kata Russell, hanya mencukur orang yang tidak mencukur rambutnya sendiri.
            Dari pernyataan tersebut, jika tukang pangkas mencukur rambut orang di desa itu, dan tidak mencukur rambutnya sendiri, maka tukang pangkas itu seharusnya mencukur rambutnya sendiri. Tapi jika tukang pangkas mencukur rambutnya sendiri, maka ia tidak dapat mencukurnya karena tukang pangkas hanya mencukur orang yang tidak mencukur rambutnya sendiri.
Selain itu contoh paradoks ini dalam konteks matematika adalah misalkan M adalah kumpulan semua himpunan yang tidak memuat dirinya sendiri sebagai anggota. Jika M tidak memuat M sebagai anggota, maka M adalah anggota M. Tapi jika M adalah anggota M, maka M harus dikeluarkan dari M, karena syarat keanggotaan M. Artinya, M M jika dan hanya jika M M.


3.      Paradoks Galileo
            Terdapat dua lingkaran berpusat sama . Bila lingkaran luar digelindingkan pada suatu garis sejauh satu putaran, sedemikian hingga titik A pada lingkaran luar sampai di B, maka jarak A ke B tentu sama dengan keliling lingkaran luar.
Jika lingkaran dalam menempel pada lingkaran luar, maka lingkaran dalam juga mengalami 1 putaran. Perhatikan bahwa titik C pada lingkaran dalam sampai di D sebagai akibat lingkaran luar yang digelindingkan. Ini berarti CD = keliling lingkaran dalam.
Dari logika di atas, terlihat bahwa CD = AB. Dengan demikian, keliling lingkaran dalam = keliling lingkaran luar.





4.      Paradoks Zeno
a.      Paradoks Dikotomi
“Sebuah benda yang bergerak tidak akan pernah mencapai tujuan. Pertama-tama dia harus menempuh perjalanan setengah jarak. Lalu setelah itu dia mesti menempuh seperempat, seperdelapan, seperenambelas, sepertigapuluhdua … Sedemikian hingga jumlah perjalanannya menjadi tak-hingga.
Oleh karena mustahil melakukan perjalanan sebanyak tak-hingga, maka benda tidak akan dapat sampai tujuan.”
Menurut Zeno, apabila orang hendak berjalan menuju garis finis, maka lintasan jalannya dapat dibagi jadi bagian kecil-kecil. Kemudian supaya bisa lewat, maka bagian kecil-kecil itu harus dijalani satu per satu. Sedemikian hingga pada akhirnya orang sampai garis finis.
Akan tetapi problemnya adalah bahwa yang kecil-kecil itu jumlahnya amat banyak. Malah menurut Zeno jumlahnya mencapai tak-hingga.
Jadi sekarang sudut pandangnya berubah. Kita tahu orang bisa menempuh jarak kecil-kecil, tetapi, bisakah orang menempuh jarak kecil-kecil itu tak berhingga kali?
b.      Paradoks Achilles dan Kura-Kura
“Achilles dan Kura-kura melakukan lomba lari, meskipun begitu, kura-kura diizinkan start lebih awal.
Agar dapat menyamai kura-kura, Achilles menetapkan sasaran ke tempat kura-kura saat ini berdiri.
Akan tetapi, tiap kali Achilles bergerak maju, kura-kura juga bergerak maju. Ketika Achilles sampai di tempat kura-kura, kura-kura sudah berjalan sedikit ke depan.
Lalu Achilles mengejar posisi kura-kura yang sekarang. Akan tetapi setibanya di sana, kura-kura juga sudah maju sedikit lagi.
Lalu Achilles mengejar posisi kura-kura yang sekarang. Akan tetapi setibanya di sana, kura-kura juga sudah maju sedikit lagi. Demikian seterusnya ad infinitum.
Jadi kesimpulannya mustahil bagi Achilles untuk bisa menyamai kura-kura dalam balapan.”
Lewat paradoks ini Zeno menyatakan bahwa “mustahil bagi orang yang telat balapan untuk dapat menyamai lawannya”.
Alasannya? Karena terdapat sejumlah kemajuan kecil-kecil yang tak mungkin dikejar. Setiap Achilles sampai di tempat kura-kura, kura-kura selalu sudah melaju sedikit lagi di depan. Pada akhirnya Achilles digambarkan Zeno sebagai “tak akan mampu melewati kura-kura”.
c.       Paradoks Anak Panah
“Misalnya kita membagi waktu sebagai “deretan masa-kini”. Kemudian kita lepaskan anak panah. Di setiap “masa-kini” anak panah menduduki posisi tertentu di udara.
Oleh karena itu anak panah dapat dikatakan diam sepanjang waktu.”
Zeno melihat waktu sebagai rangkaian “masa-kini” yang berkesinambungan. Oleh karena itu sebuah anak panah yang meluncur memiliki berbagai versi “masa-kini” di perjalanannya. Ada “masa-kini” sesaat sesudah lepas dari busur; “masa-kini” setelah beberapa detik di angkasa, dan seterusnya.
Problemnya adalah bahwa di tiap “masa-kini” itu anak panah mendiami tempat yang tetap. Persis seperti kalau direkam kamera video. Di setiap frame tampak berbagai kondisi anak panah. Semua tampak diam. Akan tetapi kalau videonya diputar, barulah terkesan bahwa anak panah itu sebenarnya bergerak.
Jadi di sini ada problem: bahwa anak panah itu “diam” sekaligus “bergerak”.
d.      Paradoks Stadion
“Terdapat tiga buah barisan benda A, B, dan C di lapangan tengah stadion.
Barisan A terletak diam di tengah lapangan. Sementara B dan C masing-masing terletak di ujung kiri dan kanan A.
Kemudian B dan C bergerak saling mendekati dengan kecepatan yang sama (hendak bersejajar dengan barisan A).
zeno-stadium
Antara “Sebelum” dan “Sesudah”, titik C paling kiri melewati dua buah B, tetapi cuma satu buah A.
Berarti waktu C untuk melewati B = setengah waktu untuk melewati A. Padahal A dan B adalah unit yang identik!
Mungkinkah setengah waktu = satu waktu?”

Dalam paradoks ini, Zeno mengetengahkan bahwa “duabenda yang saling mendekati butuh waktu yang lebih singkat untuk sejajar.”



Tidak ada komentar:

Posting Komentar